"Tentu kita punya alasan mengapa dulu memilihnya, melupakan apa yang kita pilih adalah sesuatu yang memalukan diri kita sendiri, plin-plan, mengapa memilih kalau akhirnya dilupakan?" -Rohadi Apri. Ya, pria itu bernama Rohadi Apri, Ayah Roha sering kusebutnya dengan panggilan itu. Ada banyak alasan mengapa aku lebih memilih menceritakan segala keluh ku kepadanya, dia kakak angkatan di organisasiku. Dia cerdas memberiku semua nasihat yang bisa membuat otak ku berpikir jernih. Dia mengambil jurusan Sastra, itu pun yang membuatnya pintar mengolah kata untuk berdebat denganku saat kami minum kopi. Aku sering menceritakan tentang 'dia' yang setahun belakangan ini bergentayangan di pusat alam bawah sadar pikiranku Tentu saja, untuk apa mempertahankan 'rasa' ini yang sama sekali mustahil untuk diwujudkan. Aku selalu ingin melupakannya, tapi gagal, dan hanya bisa pasrah.
Mencintainya seperti halnya saat membeli sepatu. Aku berkeliling toko tersebut, mencari sepatu yang terbaik.Banyak sepatu bagus di toko ini, namun hanya satu yang ingin ku beli. Yang cocok kupasangkan di kaki ku, sehingga nyaman untuk ku lalui semua jalan Tentu saja dia bukan sepatu, tak bisa kubandingkan 'bumi' ku seperti sepatu. Aku sadar rindu yang menyembul ini tak mungkin menyeruak masuk ke dalam hatimu, bahkan mengintip pun tak bisa! Kau memang tampak spesial dengan segala apa yang kau punya. Sekarang aku mulai mengerti, aku tak akan melupakanmu. Namun, ada saatnya ketika kau akan terkubur dalam ingatanku, dalam, dalam sekali. Sehingga tak ada lagi yang perlu aku takuti akan perasaan itu, suatu saat tak mungkin hadir lagi, suatu saat.
"Walaupun itu tidak sejalan, bahkan meyakitkan, tidak pas rasanya dilupakan. Bahkan kalau bisa malah berjalan berdampingan, agar jadi pembanding dalam memilih jalan yang baru" - Rohadi Apri. Ya Allah ya Tuhanku, akupun tak sekuat apa yang orang lihat. Aku tak mungkin selalu memasang tampang tanpa beban, tapi dia bukanlah beban, namun terasa berat saat semuanya harus menggunakan 'rasa'. Aku tahu, semua akan terasa berat ketika harus mengawali dengan perasaan. Namun, logika pun tidak bisa mengalahkan rasa yang ku punya. Cinta bisa membuatku melupakan waktu, tapi waktu juga bisa membuatku melupakan cinta. Entah, aku sudah terlanjur bingung.
Ku teguk kopi dalam cangkir. Gusti, emping pun membuatku terbelalak mengingatnya, emping kuning-kuning kunang-kunang. Katanya, dia adalah orang bodoh. Dulu dia selalu bilang begitu. Mengapa mencari bahagia yang sudah jelas ada dalam diri kita masing-masing. Ah sudahlah, kupikir lebih baik aku tidur. Dank u, Phil :)
Yogyakarta, 24 Agustus 2013. Pukul 02:40 dini hari.
0 komentar:
Posting Komentar